Sementara menurut Dirjen Dukcapil Kemendagri, Teguh Setyabudi menjelaskan hingga 30 Juni 2024, jumlah penduduk usia produktif mencapai 196.558.195 jiwa atau sekitar 69,68 persen dari total penduduk Indonesia.
Tingginya angka tersebut tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri. Mengingat Gen Z dan Milenial diharap menjadi penggerak ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Terlebih, Gen Z, yang lahir di era digital, memiliki karakteristik unik yang mempengaruhi perilaku berkendara mereka di jalan raya. Oleh karenanya, perlu upaya menjaga perilaku berkendara mereka agar terhindar maupun terlibat kecelakaan.
Murianews, Semarang – Generasi Zoomer atau Gen Z bersama generasi milenial menjadi kelompok masyarakat tertinggi di Indonesia pada 2024 ini. Jumlahnya sekitar 27,94 persen Gen Z dan 25,87 persen Milenial.
Sementara menurut Dirjen Dukcapil Kemendagri, Teguh Setyabudi menjelaskan hingga 30 Juni 2024, jumlah penduduk usia produktif mencapai 196.558.195 jiwa atau sekitar 69,68 persen dari total penduduk Indonesia.
Namun, menurut data Korlantas Polri, 53 persen korban kecelakaan merupakan masyarakat yang berusia produktif yakni direntang usia 15-39 tahun. Usia itu merupakan Gen Z dan Milenial.
Tingginya angka tersebut tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri. Mengingat Gen Z dan Milenial diharap menjadi penggerak ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Sepeda motor masih menjadi pilihan favorit beraktivitas bagi kalangan berusia produktif, baik untuk bersekolah maupun kegiatan ekonomi.
Terlebih, Gen Z, yang lahir di era digital, memiliki karakteristik unik yang mempengaruhi perilaku berkendara mereka di jalan raya. Oleh karenanya, perlu upaya menjaga perilaku berkendara mereka agar terhindar maupun terlibat kecelakaan.
Tantangan Utama...
Berikut tantangan utama yang dihadapi Gen Z agar terhindar dari kecelakaan:
1. Distraksi Teknologi
Ketergantungan pada smartphone menjadi godaan besar. Mulai, notifikasi pesan, aplikasi tertentu hingga game sering kali mengalihkan perhatian saat berkendara.
Kemudian, penggunaan headset, smartwatch, atau perangkat wearable lainnya juga dapat mengganggu konsentrasi saat berkendara.
Sebab, konsentrasi adalah segalanya dalam berkendara karena menjadi kunci utama untuk menghindari kecelakaan dan memastikan perjalanan yang aman.
2. Presepsi Risiko Rendah
Gen Z seringkali merasa tidak akan terjadi kecelakaan pada diri mereka. Hal ini membuat mereka kurang waspada dan cenderung mengambil risiko.
Kemudian, kurangnya pengalaman dalam berkendara membuat mereka kurang memahami potensi bahaya di jalan.
Kecelakaan lalu lintas bukan hanya sekadar peristiwa yang menimbulkan kerugian materi dan fisik, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang yang sangat signifikan.
Tekanan Media Sosial...
3. Tekanan Media Sosial
Dorongan mengunggah konten dengan meniru aksi berbahaya dan dianggap keren menjadi salah satu tantangan.
Selalu periksa kebenaran informasi di media sosial, gunakan nalar dan akal sehat serta cari sumber terpercaya untuk memverifikasinya.
4. Kurangnya Kesadaran akan Konsekuensi
Gen Z cenderung lebih fokus pada kesenangan sesaat tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka.
Selain itu, mereka belum sepenuhnya menyadari betapa seriusnya dampak kecelakaan lalu lintas, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Mulailah membudayakan keselamatan sebagai yang utama untuk melindungi perjalanan masa depan.
Pendidikan Lalu Lintas...
5. Pendidikan Lalu Lintas
Pendidikan lalu lintas yang tak mengikuti perkembangan digital dianggap sudah tak relevan bagi Gen Z.
Mengembangkan minat belajar yang lebih luas sangat perlu dilakukan untuk menambah wawasan dan ilmu dari berbagai sumber.
Senior Instruktur Safety Riding Astra Motor Jawa Tengah Oke Desiyanto mengatakan, Cari Aman adalah salah satu inisiatif Honda berkampanye bertujuan meningkatkan kesadaran gen Z akan pentingnya keselamatan berkendara.
’’Yakni, dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan minat generasi Z, serta memiliki arti tentang proses menemukan keselamatan itu sendiri,’’ pungkas.